Monday, February 24, 2014

7 THINGS ABOUT MY HOME SWEET HOME



#SWAPBLOG7
Edisi Januari 2014
Swapblogger : Dua Badai - Taufan Gio


Saya belum lagi masuk SD ketika orang tua memutuskan untuk pindah tempat tinggal dari ibukota ke tepian kabupaten Bogor ini.  Ingatan paling dini tentang rumah ini ialah sebuah pondok kayu yang didirikan di atas sebuah empang/telaga kecil, diapit dua sungai, diapit dua rumpun bambu.  Suasananya masih asri tanpa polusi.  Masih ada padang ilalang di depan rumah. Masih ada kunang-kunang dan laron dan serangga malam.  Dan kuntilanak di pohon nangka.

1] Tentang rumah kecil di atas empang

Bagai rumah kecil di padang rumput dalam film seri klasik, rumah kecil kami pun sebagian besar materialnya berasal dari kayu.  Setengah bangunan rumah bahkan berdiri di atas empang, dimana ayah menanam ikan (mujair, gurame, tawes, nila, mas, patin) di sana sebagai tambahan pangan keluarga (dan juga untuk perjamuan karena para sanak kerabat  sungguh sangat gemar berkumpul di rumah kami untuk menikmati ikan bakar dan sambel jahe beramai-ramai).  Empang kami bersih karena sumber air dari sungai kecil di depan rumah selalu jernih.


Seiring waktu ayah mulai membangun dan mengembangkan rumah kami sedikit demi sedikit.  Walau kini bangunan rumah sudah didominasi bata & semen (empang sudah tiada karena sungai kecil mengering), namun ayah masih menyelipkan unsur kayu dan bambu pada bingkai jendela, penghias dinding & langit-langit, serta kerangka atap tentunya.

2] Tentang sungai dan habitatnya

Sewaktu kecil saya gemar bermain di sungai kecil di depan rumah. Airnya sungguh jernih, sepanjang tepian sungai ditumbuhi sesemakan hijau dengan bebungaan liar.  Sungguhlah kaya raya alam Indonesia pada masa itu, karena sehabis main di sungai saya pasti membawa udang, atau remis dan kijing (sejenis kerang di perairan darat), atau ikan-ikan kecil (julung-julung, ikan gendut, hingga ikan guppy).  Udang dan kerang bisa diolah ibu menjadi makanan lezat (meski porsinya hanya cukup untuk saya sendiri), sementara ikan-ikan kecil nan lucu saya masukan ke stoples kaca (belum punya akuarium).
Dari sungai besar di belakang rumah (sebenarnya tidak terlalu besar juga, selebar jalanan komplek-lah), ayah dan teman-temannya juga kerap mendapatkan ikan besar dan udang.  Tapi kami dilarang bermain di sungai besar karena aliran airnya lumayan deras.

3] Tentang hutan bambu yang misterius

Berdesir-desir suaranya, terutama jika angin sedang berhembus meniup daun-daun dan menggoyangkan pokok-pokok pohonnya.  Rumpun-rumpun bambu ini selalu saja menyimpan misteri.  Konon di dalam hutan bambu di sebelah utara rumah, terdapat sebuah makam kuno tak bernisan.  Saya takjub, karena hutan bambu ini demikian rapat sehingga tak bisa dilalui manusia, lantas bagaimana bisa ada makam di sana?  Lalu bagaimana orang-orang bisa tahu jika ada makam di tengah hutan bambu?
Di luar itu, suara desir rumpun bambu adalah salah satu simfoni alami yang menjadi pengantar tidur sejak saya kecil.  Now I'm missing that.  Rumpun bambu di utara rumah kini sudah menipis berganti rumah-rumah petak kontrakan, dan isu makam kuno itu pun sudah terkubur di dalamnya.

4] Tentang pohon jambu klutuk dan teman-temannya

Pepaya-mangga-pisang-jambu bukan hanya ada di Pasar Minggu, tapi juga di halaman rumah kami.  Pekarangan rumah kami bagaikan taman buah: ada pohon rambutan aceh, rambutan rapiah, mangga dermayu, pisang mas, pepaya bangkok, nangka, jambu air, hingga jambu klutuk (biji merah dan biji putih).  Hampir sepanjang hari sepanjang tahun santapan kami selalu berlimpah serat buah-buahan.  Hampir setiap minggu teman-teman sekolah saya singgah di rumah, untuk memetik buah jambu klutuk pada khususnya, dan syukur-syukur bisa ikut panen buah yang lain pada umumnya.
Semenjak kecil saya sudah merasakan kejayaan bumi Indonesia yang subur makmur.  Saya adalah saksi hidup dimana pada suatu ketika saya membuang sebuah biji rambutan ke halaman.  Beberapa lama kemudian muncul tunas.  Kemudian tumbuh menjadi pohon muda, hingga akhirnya menjadi sebuah pohon rambutan besar yang berbuah manis dan merekah.
   
5] Tentang kuntilanak dan pohon nangka

Saya hobi tidur mepet tembok. Satu kaki diangkat, tetap nempel di dinding.  Suatu malam yang gerah saya terbangun, belum tersadar sepenuhnya ketika tiba-tiba terdengar suara cekikikan dari balik tembok.  Suaranya bagai persis di samping kuping saya!  Suara tawa perempuan yang melolong-lolong dalam nada tinggi.
Karena masih kecil dan tak tahu apa-apa, saya malah balik tertidur.  Tetap dengan satu kaki diangkat, dong!  Hahaha!
Di kemudian hari, setelah tahu bahwa di dunia ini ada makhluk-makhluk gaib, barulah saya sadar bahwa suara tawa yang dulu saya dengar tepat di balik tembok adalah suara tawa kuntilanak.
Memang di pekarangan dekat kamar anak-anak, tumbuhlah sebatang pohon nangka besar dan rimbun.  Buahnya selalu lebat dan besar dan manis.  Dan kata orang, pohon nangka selalu menjadi tempat tinggal favorit makhluk halus, termasuk kuntilanak salah satunya.  Mungkin karena pohon nangka itu letaknya strategis di posisi kepala naga dan bebas banjir.  Ayo tempati sekarang, harga naik mulai besok! #dirajamAgungSedayuGrup
Nah, masih tentang pohon nangka, suatu pagi kami mendapati pohon tsb seperti hangus kehitaman, padahal masih ada buahnya yang menggelantung siap dipanen.  Ayah bilang, ada orang sirik yang menyiram racun pada pohon nangka tsb.  Pada saat itu saya tak paham konsep sirik.  Tapi saya tahu sirik itu jahat (berdasarkan serial komik Juwita & Si Sirik di majalah Bobo).
Entah kemana si kuntilanak berpindah sejak pohon nangka kami mati dan akhirnya ditebang.

6] Tentang kamar perjaka

Setelah beranjak remaja, kami mulai tidur di kamar sendiri-sendiri.  Saya mendapat eks-kamar anak, which is kamar yang sama yang saya tempati ketika mendengar suara kuntilanak dulu.  Tapi bukan itu intinya.
Kamar saya ini paling nyaman, karena letaknya di bawah rimbun pohon jambu air.  Selain nyaman, juga paling aman dari gangguan karena letaknya menjorok sendirian di pojok belakang bangunan dan jauh dari rumah utama.  Akibatnya teman-teman saya sungguh betah menginap di kamar, mulai dari belajar kelompok, ngobrol ngalor ngidul, bbq-an, ataupun tidur seharian.  Kami juga gemar main gulat tumpuk-tumpuk ala smack down tanpa takut orang lain keberisikan.  Di kamar ini pula saya mendapati bahwa saya akhirnya sudah menjadi seorang perjaka ting ting.  Selamat, ya! (You know why-lah!)


7] Tentang rumah kami kini

Pohon rapiah mungkin tinggal satu pohon buah tersisa, kanopinya menaungi sebagian pekarangan sehingga dari luar bakal terlihat betapa sejuknya rumah kami.
Sungai kecil depan rumah sudah mengering, sehingga empang pun harus diuruk.  Kamar yang saya tempati sekarang sudah pindah ke bagian depan.  Jikalau hujan pastilah terdengar bunyi kodok dan jangkrik dari kolam ikan kecil di depan kamar saya.  Sungguh damai terdengar.  Tapi padang ilalang depan rumah sudah tiada, berganti tembok komplek perumahan yang tak bersahabat.  Kunang-kunang sudah lama hilang.
Walaupun suasananya sudah tidak senyaman dan sepermai dulu, tapi saya masih mencintai rumah kami.  Bagaimana dengan rumahmu?

*****

Penulis #SwapBlog kali ini adalah Badai, yang punya travel blog di http://disgiovery.com dan personal blog di http://duabadai.wordpress.com

Thanks to Yusuf yang sudah jadi swap partner bulan ini. Jangan lupa cek blog saya untuk membaca tulisan Yusuf ya!
^^

5 komentar:

Anonymous said...

I don't know wy lah, mksdnya selamat menjadi perjaka ting-ting di kamar perjaka?

Badai said...

Panda, maksudnya ya gitu deh, tahap yang dilalui sehabis masa kanak-kanak menuju masa kematangan seksual remaja yaitu apa lagi coba.. #dibahas

Rohani Syawaliah said...

kenapa harus ditutup dengan kamar perjaka? maksudnya masih singel gituh? mau promosi ya?

Gelato Traveler said...

Hihi beneran perjaka ting ting, tante kunti gak pernah macem-macem???

Mohammad Yusuf said...

hahaha, gudlak aja ya mas Taufan menjawab pelbagai komentar yg masuk