#SWAPBLOG7
Edisi Januari 2014
Swapblogger : Dua Badai - Taufan Gio
Saya belum lagi masuk SD ketika orang tua memutuskan untuk pindah tempat tinggal dari ibukota ke tepian kabupaten Bogor ini. Ingatan paling dini tentang rumah ini ialah sebuah pondok kayu yang didirikan di atas sebuah empang/telaga kecil, diapit dua sungai, diapit dua rumpun bambu. Suasananya masih asri tanpa polusi. Masih ada padang ilalang di depan rumah. Masih ada kunang-kunang dan laron dan serangga malam. Dan kuntilanak di pohon nangka.
1] Tentang rumah kecil di atas empang
Bagai rumah kecil di padang rumput dalam film seri klasik,
rumah kecil kami pun sebagian besar materialnya berasal dari kayu. Setengah bangunan rumah bahkan berdiri di
atas empang, dimana ayah menanam ikan (mujair, gurame, tawes, nila, mas, patin)
di sana sebagai tambahan pangan keluarga (dan juga untuk perjamuan karena para
sanak kerabat sungguh sangat gemar
berkumpul di rumah kami untuk menikmati ikan bakar dan sambel jahe
beramai-ramai). Empang kami bersih
karena sumber air dari sungai kecil di depan rumah selalu jernih.
Seiring waktu ayah mulai membangun dan mengembangkan rumah
kami sedikit demi sedikit. Walau kini
bangunan rumah sudah didominasi bata & semen (empang sudah tiada karena
sungai kecil mengering), namun ayah masih menyelipkan unsur kayu dan bambu pada
bingkai jendela, penghias dinding & langit-langit, serta kerangka atap tentunya.
2] Tentang sungai dan habitatnya
Sewaktu kecil saya gemar bermain di sungai kecil di depan
rumah. Airnya sungguh jernih, sepanjang tepian sungai ditumbuhi sesemakan hijau
dengan bebungaan liar. Sungguhlah kaya
raya alam Indonesia pada masa itu, karena sehabis main di sungai saya pasti
membawa udang, atau remis dan kijing (sejenis kerang di perairan darat), atau
ikan-ikan kecil (julung-julung, ikan gendut, hingga ikan guppy). Udang dan kerang bisa diolah ibu menjadi
makanan lezat (meski porsinya hanya cukup untuk saya sendiri), sementara
ikan-ikan kecil nan lucu saya masukan ke stoples kaca (belum punya akuarium).
Dari sungai besar di belakang rumah (sebenarnya tidak
terlalu besar juga, selebar jalanan komplek-lah), ayah dan teman-temannya juga
kerap mendapatkan ikan besar dan udang.
Tapi kami dilarang bermain di sungai besar karena aliran airnya lumayan
deras.
3] Tentang hutan bambu yang misterius
Berdesir-desir suaranya, terutama jika angin sedang
berhembus meniup daun-daun dan menggoyangkan pokok-pokok pohonnya. Rumpun-rumpun bambu ini selalu saja menyimpan
misteri. Konon di dalam hutan bambu di
sebelah utara rumah, terdapat sebuah makam kuno tak bernisan. Saya takjub, karena hutan bambu ini demikian
rapat sehingga tak bisa dilalui manusia, lantas bagaimana bisa ada makam di
sana? Lalu bagaimana orang-orang bisa
tahu jika ada makam di tengah hutan bambu?
Di luar itu, suara desir rumpun bambu adalah salah satu
simfoni alami yang menjadi pengantar tidur sejak saya kecil. Now I'm
missing that. Rumpun bambu di utara
rumah kini sudah menipis berganti rumah-rumah petak kontrakan, dan isu makam
kuno itu pun sudah terkubur di dalamnya.
4] Tentang pohon jambu klutuk dan teman-temannya
Pepaya-mangga-pisang-jambu bukan hanya ada di Pasar Minggu,
tapi juga di halaman rumah kami.
Pekarangan rumah kami bagaikan taman buah: ada pohon rambutan aceh,
rambutan rapiah, mangga dermayu, pisang mas, pepaya bangkok, nangka, jambu air,
hingga jambu klutuk (biji merah dan biji putih). Hampir sepanjang hari sepanjang tahun
santapan kami selalu berlimpah serat buah-buahan. Hampir setiap minggu teman-teman sekolah saya
singgah di rumah, untuk memetik buah jambu klutuk pada khususnya, dan
syukur-syukur bisa ikut panen buah yang lain pada umumnya.
Semenjak kecil saya sudah merasakan kejayaan bumi Indonesia
yang subur makmur. Saya adalah saksi
hidup dimana pada suatu ketika saya membuang sebuah biji rambutan ke
halaman. Beberapa lama kemudian muncul
tunas. Kemudian tumbuh menjadi pohon
muda, hingga akhirnya menjadi sebuah pohon rambutan besar yang berbuah manis
dan merekah.
5] Tentang kuntilanak dan pohon nangka
Saya hobi tidur mepet tembok. Satu kaki diangkat, tetap
nempel di dinding. Suatu malam yang
gerah saya terbangun, belum tersadar sepenuhnya ketika tiba-tiba terdengar
suara cekikikan dari balik tembok.
Suaranya bagai persis di samping kuping saya! Suara tawa perempuan yang melolong-lolong
dalam nada tinggi.
Karena masih kecil dan tak tahu apa-apa, saya malah balik
tertidur. Tetap dengan satu kaki diangkat,
dong!
Hahaha!
Di kemudian hari, setelah tahu bahwa di dunia ini ada
makhluk-makhluk gaib, barulah saya sadar bahwa suara tawa yang dulu saya dengar
tepat di balik tembok adalah suara tawa kuntilanak.
Memang di pekarangan dekat kamar anak-anak, tumbuhlah
sebatang pohon nangka besar dan rimbun.
Buahnya selalu lebat dan besar dan manis. Dan kata orang, pohon nangka selalu menjadi
tempat tinggal favorit makhluk halus, termasuk kuntilanak salah satunya. Mungkin karena pohon nangka itu letaknya strategis
di posisi kepala naga dan bebas banjir. Ayo tempati sekarang, harga naik mulai besok!
#dirajamAgungSedayuGrup
Nah, masih tentang pohon nangka, suatu pagi kami mendapati
pohon tsb seperti hangus kehitaman, padahal masih ada buahnya yang
menggelantung siap dipanen. Ayah bilang,
ada orang sirik yang menyiram racun pada pohon nangka tsb. Pada saat itu saya tak paham konsep
sirik. Tapi saya tahu sirik itu jahat
(berdasarkan serial komik Juwita & Si Sirik di majalah Bobo).
Entah kemana si kuntilanak berpindah sejak pohon nangka kami
mati dan akhirnya ditebang.
6] Tentang kamar perjaka
Setelah beranjak remaja, kami mulai tidur di kamar
sendiri-sendiri. Saya mendapat eks-kamar
anak, which is kamar yang sama yang
saya tempati ketika mendengar suara kuntilanak dulu. Tapi bukan itu intinya.
Kamar saya ini paling nyaman, karena letaknya di bawah
rimbun pohon jambu air. Selain nyaman,
juga paling aman dari gangguan karena letaknya menjorok sendirian di pojok
belakang bangunan dan jauh dari rumah utama.
Akibatnya teman-teman saya sungguh betah menginap di kamar, mulai dari
belajar kelompok, ngobrol ngalor ngidul, bbq-an,
ataupun tidur seharian. Kami juga gemar
main gulat tumpuk-tumpuk ala smack down
tanpa takut orang lain keberisikan. Di kamar
ini pula saya mendapati bahwa saya akhirnya sudah menjadi seorang perjaka ting
ting. Selamat, ya! (You know why-lah!)
7] Tentang rumah kami kini
Pohon rapiah mungkin tinggal satu pohon buah tersisa,
kanopinya menaungi sebagian pekarangan sehingga dari luar bakal terlihat betapa
sejuknya rumah kami.
Sungai kecil depan rumah sudah mengering, sehingga empang
pun harus diuruk. Kamar yang saya
tempati sekarang sudah pindah ke bagian depan.
Jikalau hujan pastilah terdengar bunyi kodok dan jangkrik dari kolam
ikan kecil di depan kamar saya. Sungguh
damai terdengar. Tapi padang ilalang
depan rumah sudah tiada, berganti tembok komplek perumahan yang tak bersahabat. Kunang-kunang sudah lama hilang.
Walaupun suasananya sudah tidak senyaman dan sepermai dulu,
tapi saya masih mencintai rumah kami.
Bagaimana dengan rumahmu?
*****
Penulis #SwapBlog kali ini adalah Badai, yang punya travel
blog di http://disgiovery.com dan personal blog di
http://duabadai.wordpress.com
Thanks to Yusuf yang sudah jadi swap partner bulan ini.
Jangan lupa cek blog saya untuk membaca tulisan Yusuf ya!
^^