Minggu, 6 Januari 2012 00:55
Waktu menunjukkan lewat tengah
malam. Entah kenapa hati ini agak gelisah. Belajar sudah, tapi tidur tidak
bisa. Sambil terlentang bersiap-siap memasuki alam mimpi, handphone-pun wajib saya jelajahi. Twitter dan BBM seperti biasa.
Hingga akhirnya perhatian tertuju pada app uQuran, sebuah aplikasi Al-Quran
elektronik.
***
Tiba-tiba teringat Janna (seorang wanita Jepang yang baru menjadi muallaf). Saat itu kita berada satu meja ketika makan malam di Tokyo Disney Land. Kebetulan, Janna berada dalam satu grup dengan saya. Kemanapun kita selalu bersama pada saat itu, momen AUSEF 2012. Di sela-sela hiruk pikuk TDL akhir pekan dan euphoria Janna bertemu dengan banyak teman muslim dari Indonesia, ia pun bertanya, “What’s your favourite Surah in Quran”. Saya langsung menjawab “Al-Waqiah”. Ya, hampir tiap sore saya selalu membaca surat tersebut. Katanya sih mempermudah rezeki dan jadi cermin kehidupan, karena Al-Waqiah berarti hari akhir. Namun rupanya dia memiliki surat favoritnya tersendiri, “Ar-Rahman”, jawabnya.
Janna (tengah)
Di tengah kegelisahan hari ini, saya pun mencoba membaca surat Ar-Rahman, yang notabene surat ke-55, yakni tepat sebelum surat Al-Waqiah. Saya pun membacanya. Dan ternyata, ada satu ayat yang diulang-ulang oleh Allah seolah ingin menekankan ‘sesuatu’ pada hamba-Nya. Ayat itu berbunyi :
“Fabi’ayyi ala irobbikuma tukadzhiban”
Cukup familiar dan tidak asing terdengar. Tapi, tidakkah kita mengetahui arti dari ayat tersebut.
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan”
Maha besar Allah atas segala firman-Nya. Dari 78 jumlah ayat dalam surat tersebut, 31 ayat diantaranya berbunyi seperti yang saya tuliskan diatas.
Dalam interpretasi saya, ayat itu merupakan isyarat dari Allah bahwa Dia tidak pernah TIDAK memberikan nikmat pada hamba-Nya. Hanya saja kita tidak menyadarinya. Sekecil apapun itu, bahkan musibah sekalipun terkadang merupakan nikmat yang tersembunyi. Anggap itu sebagai kerikil yang jatuh dan mengenai kepala kalian. Dengan begitu kita akan mencoba menatap ke atas untuk mengetahui dari manakah kerikil itu berasal. Maksudnya, jika suatu saat musibah menimpa kita (naudzubillah, semoga dijauhkan), berusahalah lebih menatap ke atas, yakni Allah SWT. Bisa jadi musibah tersebut adalah cara Allah untuk membuat kita lebih dekat pada-Nya, Dzat pemilik semesta. Ya, ,kenikmatan hidup yang tiada terkira ialah selalu berada di dekat-Nya. Segala puji bagi Allah, semoga kita kerap mensyukuri dan tidak mengkufuri nikmat-Nya yang luar biasa.
NB : Saya bukan orang suci, yang tak luput dari salah dan dosa. Tapi setidaknya melalui tulisan singkat ini bisa berbagi indahnya cerita yang mudah-mudahan bisa sedikit mengingatkan nikmat Allah yang sungguh tiada terkira.